Oleh H. Wilnan Fatahillah, S.H.I,M.M, Anggota Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah DPP LDII
Lailatul Qadar merupakan suatu anugerah bagi umat Islam. Dalam satu tahun, ada satu malam yang nilai kebaikan atau pahala di malam itu, lebih baik dari pada 1.000 bulan. Malam yang dimaksud adalah terdapat di dalam bulan Ramadan, tepatnya pada 10 malam terakhir.
Allah berfirman.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” [Ad-Dukhan/44 : 3-6]
Imam Ibnu Katsir (774 H) berkata, “(Malam yang diberkahi) itulah Lailatul Qadr, yang terjadi pada bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran…” (QS. Al-Baqarah: 185).
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari 1.000 bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala urusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar” [Al-Qadar/97 : 1-5]
Imam Ath-Thabari mengatakan dalam tafsirnya bahwa amal shalih dan salat pada malam Lailatul Qadr itu lebih baik bagi seseorang dari pada melakukan ibadah 1.000 bulan. (TafsirAth-Thabari 30/314). Sebagian ulama seperti Mujahid (104 H), Nafi’ (117 H), Qatadah (± 113 H), Ibnu Zaid, Abdurrahman bin Abi Laila (83 H), menafsirkan malam Lailatul Qadr penuh dengan seluruh kebaikan dan keberkahan, selamat dari segala kejahatan dan keburukan apapun, setan-setan tidak mampu berbuat kerusakan dan kejahatan sampai terbit fajar di pagi harinya. (TafsirAth-Thabari 30/315, al-Jami’ li Ahkamil Quran 20/124, Tafsir al-Quranil Azhim 8/444, ad-Durrul Mantsur 8/568). Sementara itu Imam Asy Sya’bi (± 101 H) mengatakan bahwa pada malam itu para malaikat memberikan ucapansalam kepada para penghuni masjid-masjid (yang beribadah di dalamnya) sampai terbit fajar. (Tafsir al-Jami’ li Ahkamil Quran 20/124 dan Tafsir al-Quranil Azhim 8/444)
Waktu
Kebaikan 1.000 bulan dapat diraih mulai matahari tenggelam hingga terbit fajar di 10 malam terakhir yang ganjil. Itulah kesempatan yang dapat diraih. Tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui secara pasti, atau memastikan malam ke berapa turunnya kebaikan 1.000 bulan itu. Namun Rasulullah memberikan kabar tentang ciri-ciri waktu turunya Lailatul Qadar. Mungkin sudah menjadi ketentuan Allah bagi umat ini, untuk tidak menggantungkan pada hari tertentu. Hal ini menjadi motivasi bagi umat Islam untuk tetap meramaikan hari-hari terakhir pada bulan Ramadan. Tetaplah optimistik untuk meraihnya dan jangan merasa tertinggal. Karena kebaikan itu, sekecil apapun akan mendapat lipatan pahala. Terutama di bulan Ramadan ini, semua amal kebaikan dilipatgandakan sampai tidak terhingga.
Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir yang ganjil yakni malam 21,23,25,27 dan 29.Beliau bersabda :
تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ
“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” (Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)
Amalan-amalan dalam Mencari Lailatul Qadar
- Salat
Besarnya pahala yang dijanjikan, tentu sesuatu yang tidak boleh disia-siakan. Oleh karena itu, umat Islam harus bersemangat dalam menyambut datangnya Lailtul Qadar. Hal yang perlu dilakukan untuk meraihnya, tentu dengan memperbanyak ibadah shalat taraweh atau shalat malam atas dasar keimanan dan mengharapkan pahala-Nya yang besar.Jika telah berbuat demikian,makaAllah SWT akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إَيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa berdiri (salat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (Hadits Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759)
- Berdoa
Disamping salat, amalan pada malam tersebut yang harus diperbanyak adalah berdoa. Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha, (dia) berkata : “Aku bertanya, “Ya Rasulullah! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah”:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku” (Hadits Riwayat Tirmidzi 3760, Ibnu Majah 3850)
- Itikaf dan menghidupkan malam
Mencari Lailatul Qadar juga dapat dilakukan sambil mengerjakan itikaf di Masjid, yaitu berdiam diri, berdzikir, membaca Al-Quran dan berdoa di masjid. Sesekali diselingi dengan salat-salat sunnah. Ajaklah istri, keluarga dan anak-anak untuk bersama-sama meramaikan masjid dan beribadah di dalamnya. Dalam sebuah hadits, Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Sesungguhnya Nabi melakukan itikaf pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelahnya. (HR Al Bukhari 2/713)
كَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَ أَحْيَ لَيْلَهُ، وَ اَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya” (Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174)
كَانَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِيغَيْرِهَا
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya” (Hadits Riwayat Muslim 1174)